Sabtu, 06 Juni 2015

SEKELUMIT CERITA BURUH MIGRAN DI HONG KONG  

ANTARA KEBUTUHAN DAN PELANGGARAN IJIN TINGGAL?

 Buruh migran Indonesia di Hong Kong mayoritas adalah pekerja rumah tangga dan perempuan. Mereka memiliki ijin tinggal di Hong Kong berdasarkan kontrak kerja yang sudah ditandatangani dengan majikan selama 2 tahun. Kontrak kerja 2 tahun ini bisa sewaktu-waktu diputuskan oleh kedua belah pihak. Jika majikan yang memutuskan kontrak kerja sebelum masa dua tahun habis maka BMI hanya memiliki ijin tinggal 14 hari setelah tanggal pemutusan, begitupun sebaliknya.

Buruh migran hanya akan diberikan ijin untuk mengajukan perpanjangan ijin tinggal di Hong Kong dengan syarat mempunyai kasus hukum dan sedang menunggu proses peradilan baik kriminal atau ketenagakerjaan. BMI yang finish kontrak untuk jangka 2 tahun maka ijin tinggal mereka tergantung pada tanggal visa yang tercantum di paspor dan jikapun ingin memperpanjang ijin tinggalnya biasanya akan diberi waktu 2 minggu atau lebih dan tergantung dari pihak imigrasi Hong Kong. 

PRT migran di Hong Kong hanya diizinkan untuk bekerja dan tinggal di alamat yang tercantum di kontrak kerja dan tidak diijinkan untuk bekerja dan tinggal diluar alamat tersebut. Pelanggaran aturan ini dikategorikan sebagai tindakan kriminal dan  terancam dituntut.

Pada 2 Juni 2015 kemarin, saya menemani salah satu PRT Indonesia yang dituntut melanggar ijin tinggal dan disidang di Pengadilan Negeri Shatin. Ternyata juga ada beberapa buruh migran lain yang juga dipersidangkan karena melanggar ijin tinggal dengan tuduhan overstay dan berjualan.

Sebut saja Mbak A yang dituduh melakukan jual beli pulsa di Causeway Bay. Pada hari ketika Mbak A ditangkap, ada orang Hong Kong yang bertanya harga kartu telpon termurah dan Mbak A menyodorkan kartu seharga HK$50. Jarak beberapa menit, dua petugas imigrasi langsung menangkap Mbak A dan menemukan barang bukti berupa satu bendel plastik meja. Jaksa penuntut membacakan berkas acara dan tuntutan yaitu Mbak A seharusnya datang ke Hong Kong sebagai PRT dengan gajiHK$3920 telah melanggar ijin tinggal dengan melakukan jual beli kartu telepon seharga HK$50 dan mendapat keuntungan HK$30. Petugas imigrasi yang menyamar sebagai pembeli tersebut dijadikan saksi. 

Mbak A yang dibantu oleh pengacara yang disediakan Duty Lawyer Service meminta keringanan hukuman dari hakim karena dia seorang yang harus menanggung biaya hidup ketiga anaknya yang masih sekolah dan pengobatan bapaknya. Mbak A mengaku bersalah dan meminta maaf pada pemerintah Hong Kong atas kesalahan yang dilakukan. Hakim menjatuhi hukuman 6 bulan penjara namun diringankan menjadi 2 minggu penjara dan akan dipersulit untuk bekerja lagi di Hong Kong.

Sementara itu, seorang BMI yang dituduh overstay 8 bulan dan tertangkap dijatuhi hukuman satu bulan namun ditunda dalam waktu 24 bulan. Jika dalam waktu 24 bulan terbukti melakukan tindakan kriminal lain maka hukuman 1 bulan penjara akan diterapkan ditambah dengan hukuman tindakan kriminal yang dilakukan. Buruh migran yang melanggar ijin tinggal di Hong Kong atau OS selama 4 tahun 8 bulan dijatuhi hukuman 4,5 bulan, karena dia menyerahkan diri dan mengaku bersalah, Hakim memberikan keringangan hukuman dan menjadi 2 bulan penjara.


Di ruang sidang yang berbeda, BMI yang melanggar ijin tinggal atau overstay 4 tahun 5 bulan dijatuhi hukuman 4,5 bulan penjara.

Ada beberapa alasan buruh migran nekad overstay namun umumnya karena kebutuhan ekonomi. Saat kondisi kerja yang kurang beruntung seperti majikan tidak baik dan selalu diterminit atau di PHK sebelum masa kontrak habis 2 tahun. Menjadi korban permainan agen dengan selalu diterminit setelah masa potongan habis dan terulang beberapa kali, atau dokumen ditahan oleh agen dan baru diberikan saat visa tinggal sudah habis di Hong Kong.

Begitupun alasan BMI yang nekad melakukan jual beli atau pekerjaan yang melanggar ijin visa kerja di Hong Kong karena masalah kebutuhan ekonomi.


Siapa yang patut disalahkan dalam hal ini ?

Menurut pendapat saya, tidak boleh kita hanya menyalahkan buruh migran saja, karena saya yakin tidak ada seorangpun yang punya cita-cita untuk tinggal di rumah Prodeo atau dari awal BMI merencanakan untuk menjadi overstay atau menjadi Paperan. 

Jika kondisi kerja yang baik misalkan pemerintah menjamin setiap PRT mendapatkan hak-haknya libur, memiliki jam kerja, mendapatkan upah layak dan tahu kemana harus mengadu saat memilki masalah dengan majikan dan pemerintah menjamin bahwa setiap agen yang melakukan pelanggaran akan mendapatkan sangsi yang tegas. Jika pemerintah menciptakan sistem pengaduan bagi korban Overcharging dengan jaminan uang-uang buruh migran yang telah dirampas oleh agen bisa kembali maka kepedulian BMI untuk mengadukan masalahnya akan meningkat dan penertiban agen-agen jahat bisa diterapkan. Hal ini tentu akan mengurangi BMI untuk nekat overstay atau memilih berjualan dengan resiko yang sangat besar.

Saya tidak menyalahkan teman-teman yang nekad berdagang pada hari liburnya sebab mereka korban desakan ekonomi dan  buruh migran diuntungkan. Makanan yang dijual lebih murah harganya, lebih dekat dengan rasa Indonesia dan tidak menuntut kita menempuh jarak jauh untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan.


Apa yang harusnya kita lakukan?

Kita tahu bahwa semua pelarangan –pelarangan seperti dibawah ini dibuat negara penempatan seperti Hong Kong dan juga aturan dari Pemerintah Indonesia yang merugikan buruh migran dan sangat mendiskriminasikan posisi buruh migran khususnya pekerja rumah tangga :

  1. PRT Migran dilarang berjualan
  2. PRT migran dilarang tinggal diluar rumah majikan
  3. PRT Migran tidak memiliki jam kerja
  4. PRT migran tidak dimasukan dalam Undang- Undang Upah Minumum dan hanya diatur dalam Minimum wage Allowable ( Upah minimum yang diijinkan) sehingga sewaktu-waktu ada kenaikan gaji tidak semua PRT migran serentak gajinya naik dan hanya kontrak kerja baru saja yang menikmati kenaikan gaji
  5. PRT Migran yang tidak boleh berganti ke jenis pekerjaan lain meskipun sama-sama menjadi tukang sapu atau tukang cuci piring. Jika tempat pekerjaan itu diluar rumah tangga maka kita PRT migran tidak bisa melakukan itu dan disebut melakukan tindakan kriminal jika nekat melanggarnya
  6. PRT Migran Indonesia yang harus masuk PJTKI dan harus membayar biaya agen yang sangat tinggi
  7. PRT migran Indonesia yang harus masuk agen dan mengurus kontrak harus menggunakan agen meskipun PRT migran yang membawa majikan sendiri.
  8. Dan bentuk-bentuk diskriminasi lainya.

Mari kita bertanya  pada diri kita sendiri, apakah kita sudah peduli dengan beberapa persoalan yang secara umum kita hadapi ? dan pasti terjadi pada seluruh buruh migran.

Dengan cara apa kepedulian itu kita bangun?

Mari kita mulai belajar untuk bertanya apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh PRT Migran?
Apa yang membuat PRT migran nekat melakukan sebuah tindakan yang berisiko hukuman dan penjara bahkan sampai  hukuman mati?

Pertama adalah kita harus terbuka untuk menerima kenyataan bahwa kita menjadi buruh migran adalah keterpaksaan. Seandainya di Indonesia ada lapangan pekerjaan dengan gaji yang layak misalkan Rp 4 juta perbulan tanpa ada embel-embel harus berpendidikan tinggi, saya yakin semua orang akan memilih untuk kerja di Indonesia yang notabene lebih dekat dengan keluarga yang kita cintai,  bisa menikmati makanan Indonesia setiap hari dan resiko hukuman dan penjara akan sangat minim sekali. Kita hanya tamatan SD atau SMP bukan karena kita malas sekolah,tapi karena biaya sekolah yang mahal dan ditambah penghasilan orang tua kita yang hanya cukup untuk makan.


Seandainya di Indonesia tidak ada perampasan tanah dan perampokan hasil sumber daya alam oleh pihak-pihak asing dan pemimpin yang rakus dan korup yang menyebabkan kemiskinan terus berkelanjutan. Jika saja hasil alam benar-benar dikelola sebaik-baiknya dan untuk kesejahteraan rakyat maka tidak orang yang memilih kerja diluar negeri sebagai buruh kasar, sebagai PRT. 

Negara tidak perlu membuat program pemulangan orang atau reintegrasi agar buruh migran pulang. Jika ada lapangan dengan upah yang cukup untuk  hidup layak maka orang akan pulang dengan sendirinya ke tanah air.

Mari kita sebagai PRT migran untuk memulai membangunkan kesadaran kita,bahwa Kita belum merdeka, kita masih menjadi budak dan persatuan kita masih lemah untuk saling peduli pada nasib bangsa Indonesia.

Selamat hari PRT Internasional 16 Juni 2015.  PRT Bukan Budak, PRT adalah pekerja  

Hong Kong 6 Juni 2014